TIDAK ADA MANFAATNYA MENYESALI MASA LALU. Oleh YM. Bhante Uttamo Mahathera.

TIDAK ADA MANFAATNYA MENYESALI MASA LALU.
Oleh YM. Bhante Uttamo Mahathera.

Ada satu peristiwa yang mengingatkan saya kepada ajaran Sang Buddha mengenai hal itu. Diceritakan bahwa di suatu kota/tempat, ada seseorang yang sedang berdiri menonton karnaval/arak-arakan. Kemudian rombongan berkuda lewat, sehingga mengakibatkan debu berterbangan dan masuk ke hidung orang itu. Ia tidak tahan dengan debu dan ingin bersin. Ia bingung, karena di sekelilingnya sesak akan manusia, sehingga kalau bersin pasti kena pada salah satu di antara mereka, padahal keadaan sudah darurat. Akhirnya karena sudah tak tahan orang ini bersin ke sebelah kiri, sambil menutup mata. Pada waktu ia membuka mata, ia kaget hampir pingsan, karena di sebelahnya ini seorang tentara dan ia bersin tepat di muka tentara itu. Mukanya basah. Dengan kumis melintang gagah tinggi besar, tentara berseragam ini melihat kepadanya sehingga ia menjadi tambah kaget dan ketakutan. Dengan tenang tentara ini mengambil sapu tangan dan melap mukanya. Setelah selesai dengan tenang tentara ini melihat kembali pada orang ini. Dengan terbata-bata ia minta maaf, "M......a.......a......f..... saya....... tidak...... sengaja... ini dalam keadaan darurat. Tadi saya pikir di depan tidak ada orang. Lalu saya pikir di pinggir kiri kosong. Saya bersin dengan mata tertutup, tidak melihat. Ma..af, maaf pak. Saya tidak tahu". Tentara ini melihat, "Yakh... sudah, tidak apa-apa". Tapi ia merasa, "Sudah, tidak apa-apa". Sepertinya tidak tulus ia masih belum merasa lega "Betul lho pak, maafkan saya. Saya ini pegawai kecil, maafkan saya". Ini disesali terus menerus padahal perjalanan hidup demikian sudah lama, dari hari ke hari sudah dijalankan, tapi pikiran kita masih melekat pada masa yang lampau, sehingga orang yang tidak tahan dapat bunuh diri. Gagal, tidak lulus ujian, tidak dapat jodoh, gagal usaha, bunuh diri. Semua ini muncul karena penyesalan yang tidak pada lempatnya. Di dalam agama Buddha, timbulnya penyesalan ini tidak perlu ada karena Sang Buddha mengajarkan kita untuk hidup pada saat ini. Saat inilah hidup. Di masa lampau memang kita pernah hidup, tapi sudah tidak hidup lagi. Jadi sekali lagi saya katakan agama BUDDHA tidak pernah mengenal penyesalan.

Lalu apakah umat Buddha adalah umat yang tidak pernah mengembangkan/memperbaiki diri? Umat Buddha adalah umat yang selalu waspada, eling, menyadari kesalahan, sadar dirinya salah, tapi tidak diikuti penyesalan yang berkepanjangan. Namun, kesadaran akan kesalahan harus disertai tekad: "Di masa yang akan datang saya tidak akan melakukan kesalahan yang sama".

Jadi seandainya sekarang kita gagal ujian, kita tahu sekarang ini kita gagal. Kita sadar kita gagal tapi jangan menyesali: "Wah, gara-gara nonton terus-menerus waktu ujian, sehingga sekarang saya yang gagal". Lalu ini disesali terus. "Sudahlah saya bunuh diri". Mengapa bisa terjadi demikian? Ini dikarenakan penyesalan yang berkepanjangan. Padahal kalau kita menyadari ini salah dan bertekad jangan sampai kesalahan yang sama ini kita ulang pada masa yang akan datang, kita akan memperoleh banyak manfaat.

Ada pepatah yang mengatakan: "Tidak mungkin keledai terperosok dua kali pada lubang yang sama". Artinya keledai ini tidak menyesali dia terperosok, tapi dia ingat bahwa di situ ada lubang, jangan sampai di kemudian hari saya masuk lubang yang sama. Janji keledai ini dapat kita terapkan dalam kehidupan kita.

Kekecewaan dan kegembiraan silih berganti dalam hati. Apa yang menyebabkan kekecewaan? Apa yang menyebabkan kegembiraan? Kita catat baik-baik dan kita buat tekad, "Saya tidak akan mengulang kesalahan yang sama dan saya akan berbuat perbuatan benar yang sama untuk mencapai kebahagiaan".

Contoh konkrit: Cekcok dengan istri misalnya. Kita sadar mengapa bisa terjadi percekcokan. Jangan lalu berpikir mengapa saya punya istri seperti ini? Mengapa saya mempunyai suami ini, ganteng tidak, gagah tidak. Suami orang lain lebih ganteng. Ini sikap yang salah. Seharusnya kita sadar, kita cekcok masalah apa? Mungkin kata-kata saya terlalu kasar terhadap istri. Kalau kita sadar ini penyebabnya, lalu kita punya niat, "Saya tidak akan mengeluarkan kata-kata yang kasar pada istri saya". Dengan demikian keluarga akan bahagia. Demikian pula bila kebetulan si istri tahu suami datang, beri senyuman, sambut dengan ramah. Ini akan menimbulkan keluarga bahagia.

Suatu hari ada seorang istri menemui saya dan bercerita bahwa suaminya tidak kerasan di rumah. Kenapa bisa demikian? Saya sarankan agar istri tersebut mencari tahu hobi suaminya, apakah masakan kesayangannya, warna kasayangan, senang lihat istri pakai baju apa, senang pengaturan rumah yang bagaimana.

Saya anjurkan agar si istri menuruti hobi kesenangan suami yang tidak makan biaya, dengan sekali-sekali menuruti kesukaannya yang lain. Jadi istri harus berusaha mengikat kesenangan suami. Ini jauh lebih baik daripada menyesali apa yang ada. "Kenapa suami saya tidak pernah pulang?" Penyesalan ini yang akan menimbulkan penderitaan. Tapi kalau kita mau memperbaiki, mau berusaha mengerti dan bertekad: "Saya akan mengubah kekurangan dengan kelebihan yang ada". Ini pasti akan mendatangkan kebahagiaan.

Mungkin saya pernah berbuat kesalahan, misalnya berdagang dan menjual dengan harga murah sehingga rugi. Jangan disesali kenapa rugi, namun harus disadari saya sudah rugi, kenapa rugi begini dan bertekad jangan sampai mengulang kembali kesalahan yang sama.

Suatu ketika ada orang bertanya, "Mengapa saya selalu dikejar rasa bersalah? Kenapa saya menjadi orang yang selalu merasa rendah diri, kenapa saya takut bergaul?" Saya hanya menyarankan cara yang mudah. Sediakanlah kertas putih selembar dengan alat tulis. Kalau mau tidur buat tulisan disitu —bukan tulis teori— tapi sebelah kiri beri tanda plus (+), sebelah kanan tanda minus (-). Kolom plus diisi dengan kebaikan yang telah Anda lakukan sehari itu misalnya menolong orang, mengantar teman dsb. Kolom minus diisi dengan perbuatan negatif misalnya: Saya hari ini marah, memukul istri, menyesali mengapa saya dengan si dia..... dst.. dst. Malam harinya kita telaah dan kemudian kita bertekad, besok pagi saya akan mulai melakukan dan mengembangkan yang positif, dan saya akan mengurangi yang negatif. Lalu tidur. Dan pagi hari dibuka kembali. "Oh.., berarti saya harus berbuat yang baik-baik begini, kemudian menghindari yang negatif-negatif begini. "Saya bertekad akan menambah yang baik dan mengurangi yang tidak baik". Kalau ini dilakukan selama satu bulan pasti Anda akan bahagia dan Anda pasti akan menjadi orang yang bermanfaat dalam masyarakat. Anda dapat mengatakan bahwa Anda pandita, mengerti agama Buddha. Oleh karena itu untuk mengatasi problem hidup, untuk mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam masyarakat, kembali saya tekankan tidak perlu mengingat masa lampau, tidak perlu mengingat susah hati dengan kesalahan-kesalahan masa lampau. Tapi sadarlah bahwa Anda telah salah dan bertekad bahwa Anda tidak akan melakukan perbuatan itu lagi.

Semoga anda punya kesempatan merenungkan dan mencerna ajaran Sang Buddha yang sederhana serta bisa mengatasi semua problem kehidupan ini.

Dengan bekal Dhamma semoga Anda tambah yakin pada Sang Buddha dan kesucian Sang Tiratana. Dan semoga berbahagia dalam Dhamma.