Uraian Dhamma oleh Bhikkhu Sri Pannyavaro saat Asadha Agung usai Tipitaka Chanting di Candi Borobudur�
Namo Buddhaya
Sukhi Hontu
Slamat Sore Sahabat2 di GROUP BUDDHA DHAMMA
Uraian Dhamma oleh Bhikkhu Sri Pannyavaro saat Asadha Agung usai Tipitaka Chanting di Candi Borobudur
Dhamma yg dibabarkan oleh Buddha selama 45 tahun sangat luas, namun dapat diringkas seperti yg Buddha katakan kepada Bhikkhu Anuraddha: “Wahai Anuraddha, dahulu dan sekarang hanya ini yg Kuajarkan. Apakah itu? Penderitaan dan lenyapnya penderitaan.”
Kata kuncinya adalah penderitaan dan lenyapnya penderitaan. Inilah yg menggerakkan kita untuk menjalankan Dhamma.
Tidak ada orang yg ingin menderita, apa pun agamanya, apa pun suku bangsanya.
Karena menolak penderitaan itulah, semua orang mencari kebahagiaan.
Tetapi yg sering terjadi adalah kita mencari kebahagiaan untuk menutup-nutupi penderitaan, bukan untuk melenyapkan penderitaan.
Memang benar akan senang, tetapi cuma sebentar. Penderitaan akan muncul lagi.
Apalagi jika kesenangan itu dicari dengan cara kebablasan, justru akan menimbulkan penderitaan baru.
Mengikuti hawa nafsu membuat kita menjadi puas dan senang, tapi cuma sebentar. Kemudian penderitaan bertambah
Buddha meminta kita untuk mengubah cara berpikir, jangan menutupi penderitaan dengan kesenangan, tetapi selesaikan penderitaan dengan mencari sebabnya, mencabut akarnya.
Akar penderitaan adalah
(1) keserakahan dengan segala turunannya: iri hati, tidak senang melihat orang lain maju, dll.;
(2) kebencian: senang melihat orang lain sengsara, dendam, jengkel, marah;
(3) arogansi keakuan.
Jadi Buddha tidak mengajarkan kita untuk mengejar dan mencari kebahagian, tetapi kurangilah penderitaan, yaitu dengan mengurangi keserakahan, kebencian dan arogansi keakuan.
Kalau penderitaan berkurang, meskipun belum habis, otomatis kita akan lebih bahagia.
Akar penderitaan itulah yg harus dicabut, bukan ditutupi.
Bagaimana caranya?
Jangan membunuh, tapi kembangkan cinta kasih.
Jangan mencuri, tapi bisa berdana.
Jangan selingkuh, tapi membangun kehidupan rumah tangga yg baik.
Jangan berbohong, tapi mengucapkan kata-kata yg enak, benar, dan tidak menyakiti.
Jangan mabuk, tapi memilih makanan yg sehat dan tidak menimbulkan ketagihan.
Itu adalah pengendalian diri, sila.
Jika sudah mengendalikan diri, sudah bebaskah kita dari penderitaan? Belum.
Meskipun kita hati-hati tidak melakukan kejahatan, mengendalikan diri, menambah kebaikan, kita tetap menjadi tua, sakit, dan meninggal.
Orang baik atau orang jahat, dari raja sampai orang biasa tetap akan mengalaminya.
Ini adalah problem besar umat manusia.
Oleh karena itu kita harus bermeditasi.
Meditasi akan membuat pikiran kita jernih, juga akan mendeteksi jika keserakahan atau keakuan muncul.
Ingin mengendalikan ucapan dan perbuatan, tapi tidak pernah meditasi, maka akan gagal terus.
Karena sumber perilaku yg buruk itu dari pikiran.
Kalau pikiran kotor, air yg mengalir akan kotor.
Kalau pikiran bersih, ucapan dan perbuatan yg mengalir akan bersih.
Bermeditasilah untuk membersihkan pikiran.
Selain duduk diam, tetapi juga sadar setiap saat.
Jika kita mempunyai praktek Dhamma yg baik, keakuan akan berkurang dan menjadi tenang, menghadapi kematian tidak gentar.
Kematian, usia tua?
Rapopo.
Rapopo = tidak apa-apa, sebuah ungkapan menerima dengan tulus dan lapang dada.
Kita tidak mungkin menolak usia tua dan kematian.
Dengan pikiran yg bersih,
dengan mendeteksi keserakahan-kebencian-keakuan,
dengan melihat perubahan sebagaimana adanya, termasuk usia tua dan kematian, semuanya itu hanyalah perubahan.
Anicca tidak perlu membuat kita menderita.
Tidak ada seorang pun yg bisa menghentikan perubahan, termasuk Buddha.
Tetapi Buddha memberikan cara menghentikan penderitaan.
Itulah kata kunci ajaran Guru Agung kita, bebas dari penderitaan.
Kita tidak bisa merevolusi mental orang lain, orang lain juga tidak bisa mengubah mental kita.
Kita sendiri yg harus berjuang mengubah mental menjadi lebih sehat dan dewasa, dengan sila dan meditasi.
Tidak ada cara lain, apalagi menggantungkan diri pada jimat atau batu akik.
Oleh karena itu marilah kita praktek Dhamma.
Sangat bermanfaat bagi kehidupan kita.
Seandainya kita belum bisa membebaskan diri dari penderitaan, kita bisa mengurangi penderitaan.
Kurangnya penderitaan itu sudah merupakan kebahagiaan.
Tidak usah dicari, kebahagiaan akan datang sendiri.
Saat penderitaan berkurang, kebahagiaan akan muncul.
Memuja memang baik, tapi pemujaan tertinggi kepada Buddha adalah dengan praktek Dhamma yg benar.
Dengan jalan itulah kita mendapat manfaat untuk bebas dari penderitaan...🙏🏻