-SEMUA ORANG SEDANG SAKIT- YM Bhikkhu Uttamo

-SEMUA ORANG SEDANG SAKIT-
YM Bhikkhu Uttamo

Beberapa waktu yang lalu saya menjenguk seorang umat Buddha yang sedang dirawat akibat penyakit yang dideritanya. Menunggu jam berkunjung tiba, saya duduk dengan tenang di sebuah bangku bersama seorang bapak yang belum dikenal. Mungkin karena didorong rasa ingin tahunya akibat ‘penampilan’ saya yang ‘aneh’, jubah yang saya kenakan seolah menyelimuti mulai kaki sampai dengan leher, bapak itu bertanya:
"Apa bapak sedang sakit?”

“Ya. Saya memang sedang sakit”, jawab saya setelah berpikir sejenak.
Ia bertanya kembali:
"Bapak sakit apa?”

“Saya sakit seperti sakit yang dialami oleh semua orang. Bedanya, saya mengetahui kalau saya sakit sedangkan orang lain belum tentu menyadarinya, termasuk Bapak.” Kali ini saya menjawab sambil tersenyum.

Mendengar jawaban demikian, bapak itu dengan penasaran lalu bertanya:
"Sakit apakah itu? Karena saya merasa sehat-sehat saja.”

“Saya, bapak dan semua orang mengalami sakit ketika berpisah dengan segala yang dicinta dan bertemu dengan segala yang dibenci. Benar kan demikian keadaannya?”
Bapak itu mengangguk-anggukkan kepalanya.

Berawal dari rasa penasaran, pembicaraan dilanjutkan dengan diskusi tentang penerapan Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari.
Pada intinya, manusia memang telah mengetahui secara teori bahwa hidup adalah tidak kekal. Namun, pada kenyataan atau prakteknya, manusia sangat sulit menerima kenyataan jika ia harus berpisah dengan segala yang dicintainya.

Pagi akan menjadi siang. Siang berubah menjadi senja. Senja berlalu, datanglah malam. Di penghujung malam, tibalah pagi kembali. Demikian seterusnya. Proses perubahan ini selalu terjadi di setiap segi kehidupan.

Suasana seindah apapun juga, suatu saat pasti akan berakhir dan berganti dengan suasana yang kurang menyenangkan.
Kesehatan seseorang bila telah tiba masanya akan berubah menjadi sakit. Sebaliknya, suasana tidak nyaman juga akan berubah menjadi nyaman, penyakit akan mengalami kesembuhan walaupun suatu saat mungkin seseorang akan mengalami sakit kembali.

Lalu bapak itu kembali bertanya :
”Bagaimanakah cara untuk ‘sembuh’ dari ‘penyakit’ umum ini?”

Saya kemudian berusaha menjelaskan secara sederhana tentang pengertian kerelaan.
Pada awalnya, seseorang hendaknya berusaha berlatih merelakan berbagai barang yang ia miliki. Latihan kerelaan pada barang ini akan membentuk kebiasaan untuk siap menerima kenyataan apabila ia harus berpisah dengan berbagai jenis barang yang ia sukai, misal karena kerusakan atau kehilangan barang.

Selain berlatih kerelaan pada barang, seseorang hendaknya juga mulai berusaha berlatih merelakan keakuan.
Dalam kerelaan ini, seseorang hendaknya berusaha melatih diri untuk memperhatikan, melayani serta membahagiakan fihak lain.
Dengan kerelaan keakuan ini, seseorang dibiasakan untuk dapat menerima segala kekurangan yang mungkin saja terjadi dalam hubungan antar pribadi.
Seseorang akan lebih mudah menerima lingkungan yang dipenuhi dengan kekurangan serta kelebihan sebagaimana adanya.

Dengan kerelaan, seseorang akan lebih siap menghadapi perpisahan dengan segala yang dicinta dan bertemu dengan segala yang dibenci secara lebih mudah.

Bapak itu mengangguk dalam-dalam. Nampak sekali bahwa ia sedang merenungkan isi pembicaraan yang baru saja didengarnya.

Waktu berkunjung tiba, pintu gerbang rumah sakit telah dibuka. Saya mengajak bapak tersebut untuk berjalan masuk sambil melanjutkan pembicaraan. Tidak lama kemudian berpisah karena kamar pasien yang kami kunjungi tidak sama.

Meskipun sudah agak lama terjadi, pembicaraan singkat tetapi mendalam ini menjadi salah satu kenangan indah saya. Karena hasil pembicaraan itu telah membuktikan bahwa keindahan serta manfaat Buddha Dhamma yang luar biasa ini dapat dirasakan oleh siapapun juga tanpa harus mengenal tradisi maupun ritual Agama Buddha.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa seseorang mempelajari serta melaksanakan Ajaran Sang Buddha tanpa harus menjadi umat Buddha terlebih dahulu. Seseorang hanya perlu membuka diri untuk mendengar, merenungkan serta mencoba melaksanakan Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Kemauan ini akan mendatangkan kebaikan, kebahagiaan serta ketenangan dalam menghadapi berbagai kenyataan hidup yang selalu berubah.

Adalah kenyataan yang mudah sekali ditemui bahwa suka menjadi duka, dipuji dicela, untung rugi, mendapatkan kedudukan maupun diturunkan jabatan. Semua adalah kenyataan hidup yang harus dihadapi dengan kerelaan. Semakin tinggi tingkat kerelaan seseorang, semakin tenang batinnya dalam menghadapi segala perubahan tersebut.