karma dan nasib

Selamat Pagi 🤗🥛🍩

Namo Buddhaya Bhante,
Saya sering membaca buku-buku tentang karma dan nasib. Dituliskan bahwa nasib jelek
bisa diubah jika kita melakukan banyak perbuatan baik, misal berdana, fang sen dll.
Pertanyaan saya, kalo seseorang berdana atau berbuat baik dengan tujuan untuk merubah
nasibnya, apakah itu berarti si orang tsb mempunyai pamrih dalam berbuat baik ? Padahal
dalam berbuat baik diharapkan kita melakukan dengan tulus.
Mohon penjelasan Bhante mengenai hal yang bertentangan ini. Anumodana atas
penjelasannya.

Jawaban:
Dalam banyak buku ajaran agama memang selalu disarankan bahwa suatu perbuatan
hendaknya dilakukan tanpa pamrih atau mengharapkan imbalan tertentu. Namun
kenyataannya, selama seseorang masih belum mencapai kesucian atau terbebas dari
ketamakan, kebencian serta kegelapan batin, maka setiap kebajikan yang ia lakukan
pastilah mempunyai pamrih atau keinginan yang ia sadari ataupun tidak ia sadari.
Tindakan yang didasari oleh ketiga akar perbuatan tersebut dikenal sebagai 'kamma'
Oleh karena itu, ketika seseorang melakukan kebajikan, bisa saja timbul dalam dirinya
keinginan agar dengan kebajikan yang ia lakukan tersebut akan membuahkan
kebahagiaan seperti harapan yang ia miliki. Keinginan ini adalah wajar. Namun, dalam
pelaksanaan Ajaran Sang Buddha, kebajikan dapat diwujudkan dengan kerelaan,
kemoralan serta konsentrasi atau meditasi. Dengan tekun berlatih meditasi, seseorang
akan semakin meningkat kesadarannya. Ia akan selalu sadar pada segala segala gerak
gerik pikirannya. Semakin tinggi tingkat kesadaran yang ia miliki terhadap segala ucapan,
perbuatan dan pikirannya, semakin kecil pula pamrih yang ia miliki pada perbuatan yang
ia lakukan. Ketika ia telah mencapai kesucian, batinnya telah terbebas dari ketamakan,
kebencian serta kegelapan batin. Pada saat mencapai kesucian itulah segala perbuatannya
tidak lagi berpamrih. Perbuatan jenis ini di dalam Dhamma dikenal sebagai 'kiriya' bukan
lagi 'kamma'. Dalam tahap ini, seseorang berbuat baik demi perbuatan baik itu sendiri.
Ibarat bunga, ia mekar demi mekarnya sendiri, tanpa dipengaruhi oleh keinginan untuk
dilihat maupun dipuji.
Semoga penjelasan ini dapat bermanfaat untuk memberikan pengertian bahwa hanya
orang yang telah mencapai kesucian sajalah yang dapat melakukan tindakan tanpa
pamrih.
Semoga selalu bahagia.
Salam metta,
B. Uttamo