Menghadapi Perubahan
Menghadapi Perubahan
Oleh: YM. Bhante Sri Pannavaro
Kalau kita berdagang, maka resikonya kita bisa mengalami kerugian. Itu sudah hukumnya. Inilah Dhamma. Kalau Saudara berdagang tetapi Saudara tidak siap menerima kerugian, maka Saudara akan menjadi seorang yang sangat kecewa. Demikian juga bila punya mobil baru, resikonya mungkin bisa digores orang, ditabrak...hancur...harus begini, Sebetulnya jawabannya mudah. Saudara mengalami begitu karena Saudara mempunyai mobil, selesai ! Mudah sekali. Semakin banyak Saudara punya keinginan atau hawa nafsu, bila tidak dilengkapi dengan kebijaksanaan, Saudara akan menderita.
Punya anak juga harus menanggung resiko, seperti misalnya anak nakal, tidak mau pulang ke rumah, menghabiskan uang dan lain-lain. Itu resikonya, Saudara. Bila tidak ingin punya persoalan dengan anak, jangan punya anak. Lalu apakah kita tidak boleh punya anak, tidak boleh punya mobil, tidak boleh punya rumah? Bukan demikian.
Kalau Saudara tidak menginginkan banyak, tidak ingin mempunyai barang-barang yang banyak, itu baik, itu salah satu cara. tetapi cara yang lain. Silahkan punya mobil, silahkan punya rumah yang besar, silahkan punya pabrik yang besar, silahkan punya anak, punya istri, punya suami, dan sebagainya, tetapi siap dengan resiko yang harus dihadapi. Kalau tidak siap dengan resiko yang akan dihadapi lebih baik tidak punya. Jadi Sang Buddha itu menjelaskan kepada kita seperti menjelaskan aksioma. Banyak keinginan, banyak masalah; banyak barang-barang, banyak masalah. Sedikit keinginan, sedikit masalah; sedikit barang-barang, sedikit masalah. Itu lah cara pertama untuk menjadi bijaksana.
Cara yang kedua: Siap mempunyai barang-barang tetapi juga siap mengalami perubahan. Itulah pilihan juga untuk Saudara. Mengurangi masalah dengan mengurangi keinginan. Atau mengurangi masalah dengan menambah kebijaksanaan. Siap menerima perubahan setiap saat. Kalau Saudara tidak siap menerima perubahan, lebih baik Saudara tidak banyak keinginan.
Dengan penjelasan ini Saudara akan melihat denganjelas bahwa menjadi orang baik saja tidaklah cukup. Saudara harus siap menghadapi perubahan. Perubahan atas istri, atas suami, atas anak, atas rumah, atas pekerjaan. Saudara tidak bisa mengatakan:"Aku tidak mau perubahan". Tidak bisa Saudara.
"Aku mau perubahan yang baik-baik saja. Aku tidak mau perubahan yang tidak menyenangkan". Memang keinginan kita itu begitu, tetapi kondisi tidak memungkinkan begitu. Inilah Dhamma.
Melihat dewa, melihat mahluk halus itu memang sulit...sulit sekali. Saudara harus meditasi, mengembangkan jhana, harus mempunyai dibbacakkhu..baru bisa melihat mahluk halus. Tetapi Saudara...ada yang lebih sulit dari pada melihat dewa, melihat mahluk halus. Namun walaupun lebih sulit, bukan tidak bisa didapatkan. Apa yang lebih sulit dari melihat mahluk halus itu? Yang lebih sulit adalah melihat PERUBAHAN.
Sudah siapkah Saudara melihat perubahan; perubahan yang tidak enak yang akan Saudara hadapi? Itu lebih sulit dari pada melihat dewa. Inilah kebijaksanaan Dhamma.
Semoga Bermanfaat 🙏
Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia, Amithofo 🙏