Berlatih Seperti empat unsur Ven Ajahn Chah.

Namo Buddhaya.

Berlatih Seperti empat unsur
Ven Ajahn Chah.

Seorang kota mungkin senang makan jamur. Dia bertanya, "Dari mana jamur ini berasal?" dan seseorang memberitahukannya, "Mereka tumbuh di tanah." Maka ia membawa sebuah keranjang dan pergi berjalan ke pedesaan, berharap jamur akan bejajar di sisi jalan agar bisa ia petik. Namun ia berjalan dan berjalan, mendaki bukit, dan menyusuri ladang, tanpa berhasil melihat jamur apa pun. Seorang penduduk desa juga pergi memetik jamur sebelumnya, dan ia tahu di mana tempat untuk mencari jamur itu; ia tahu bagian hutan mana yang harus di tuju. Namun orang kota hanya memiliki pengalaman melihat jamur di piringnya saja. Dia hanya dengar jamur tumbuh di tanah dan ia pikir jamur akan mudah di temukan, namun kenyataannya tidak demikian.

Melatih batin dalam samadhi, kestabilan meditatif, juga sama. Kita pikir itu akan mudah. Namun ketika kita duduk, kaki kita sakit, punggung kita sakit, kita merasa lelah, kita merasa panas dan gatal. Kemudian kita mulai merasa kecil hati, berpikir bahwa samadhi sama jauhnya dari kita seperti langit dengan bumi. Kita tidak mengetahui apa yang apa yang harus dilakukan dan merasa kewalahan oleh kesukaran. Namun jika kita bisa menerima beberapa latihan, samadhi akan menjadi lebih mudah sedikit demi sedikit.

Ketika kita masih pemula, latihan samadhi memang terasa sulit. Apa pun sulit kalau kita tidak tahu cara melakukannya. Namun dengan melatihnya, ini bisa berubah. Sesuatu yang bisa berguna pada akhirnya bisa mengatasi dan melampaui hal yang tidak berguna. Kita cenderung menjadi lemah hati ketika kita berjuang—ini adalah reaksi normal, dan kita semua melalui hal ini. Jadi, adalah penting untuk berlatih selama beberapa waktu. Ini seperti membuat jalan menembus hutan. Pada awalnya jalannya kasar, disertai banyak rintangan, namun dengan kembali ke jalan itu lagi dan lagi, kita membersihkan jalan itu. Setelah beberapa lama, kita telah menyingkirkan ranting dan tunggul yang menghalangi, dan tanah menjadi padat dan rata untuk dijalani menembus hutan. Seperti inilah kalau kita melatih batin. Dengan terus berlatih, batin menjadi tenang. Buddha dan murid-murid-Nya dahulunya adalah mahluk-mahluk biasa, namun mereka mengembangkan diri mereka melalui tahapan-tahapan pencerahan. Mereka melakukan ini melalui latihan.

Apa nasihat Buddha mengenai bagaimana melatih meditasi? Ia mengajarkan untuk berlatih seperti tanah, berlatih seperti air, berlatih seperti angin. Berlatih seperti “benda-benda purba”, segala sesuatu yang menyusun kita; unsur padat tanah, unsur cair air, unsur hangat api, dan unsur gerak angin.

Jika seseorang menggali tanah, tanah tidak terusik. Tanah bisa dicangkul, dibajak, dan diairi. Benda-benda jelek bisa dikubur didalamnya. Namun tanah tetap tidak acuh. Air bisa mendidih atau dibekukan atau digunakan untuk mencuci sesuatu yang kotor; air tidak terpengaruh. Api bisa membakar benda-benda yang indah atau harum ataupun yang jelek dan bau—ini tidak maslah bagi api. Ketika angin bertiup, angin menghembukan segala macam hal, segar dan busuk, tanpa peduli.

Buddha menggunakan perumpamaan ini. Gugus yang merupakan diri kita hanyalah pertemuan bersama unsur tanah, air, api, dan udara. Jika Anda mencoba menemukan sosok sejati di sana, Anda tidak bisa menemukannya. Hanya ada kumpulan keempat unsur-unsur ini. Nmaun sepanjang hidup Anda, kita tidak pernah berpikir untuk memisahkan mereka seperti ini untuk melihat apa yang sebenarnya yang ada disana; kita hanya berpikir, “Ini aku, ini milikku.” Kita selalu melihat setiap hal dalam kaca mata diri, tidak pernah melihat bahwa hanya ada tanah, air, api dan udara; tidak ada orang dan siapa pun disana. Renungi unsur-unsur ini untuk melihat bahwa tidak ada mahluk atau individu, namun hanya ada tanah, air, api dan udara saja.

Ini dalam, bukan? Ini kedalaman yang tersembunyi—orang akan mengamati, namun mereka tidak bisa melihatnya. Kita terbiasa berpikir dalam kaca mata “diri dan orang lain” setiap saat. Jadi meditasi kita masih tidak benar-benar dalam. Meditasi tidak mencapai kebenaran, dan kita tidak melampaui segala sesuatu sebagaimana tampaknya. Kita tetap tersangkut dalam kesepakatan-kesepakatan dunia, dan tersangkut dalam dunia berarti tetap berada dalam lingkaran perubahan: mendapat dan kehilangan segala sesuatu, mati dan lahir, lahir dan mati, menderita di alam kebingungan. Apa pun yang kita dambakan dan cita-citakan tidak benar-benar berjalan sesuai yang kita inginkan, karena melihat segala sesuatu dengan keliru. Dengan cengkeraman kelekatan seperti ini, kita sungguh masih sangat jauh dari jalan Dhamma yang sejati.

Jadi mari kita berlatih mulai sekarang juga. Praktik Dhamma kita seharusnya membawa kita melampaui duka. Jika kita tidak sepenuhnya melampaui duka, maka kita setidaknya mampu melampauinya sedikit, sekarang, saat kini. Misalnya, ketika seseorang berkata kasar kepada kita, jika kita tidak marah, kita telah melampaui duka sedikit. Jika kita marah, kita belum melampaui sedikit pun.

Ketika seseorang berbicara kasar kepada kita, jika kita merenungi dengan Dhamma, kita akan melihatnya hanya seperti gundukan tanah saja. Oke, dia mengkritik saya—ia hanya mengkritik segundukan tanah. Satu gundukan tanah mengkritik gundukan tanah lainnya. Air mengkritik air. Udara mengkdritik udara. Api mengkritik api.

Tapi jika kita benar-benar melihat segala sesuatunya dengan cara ini, maka orang lain akan menyebut kita gila ! “Dia tidak peduli apa pun sekarang. Dia tidak punya perasaan!” Ketika seseorang mati kita tidak menjadi sedih dan menangis, dan mereka akan menyebut kita gila! Malah ada yang akan mencela dengan berkata’ cuma teori dan hanya omong kosong saja’.

Ini benar-benar kembali ke latihan dan menyadari bagi kita sendiri. Melampaui duka tidaklah bergantung kepada pendapat orang lain mengenai kita, namun pada keadaan batin kita sendiri. Ini yang di sebut sebagai menentang arus dunia. Jangan pedulikan apa yang akan mereka katakana—jika kita mengalami kebenaran oleh kita sendiri, maka kita bisa berdiam dengan tenang dan mudah.

Ketika kesulitan terjadi, renungi Dhamma. Pikirkan apa yang diajarkan oleh guru Anda. Mereka mengajari Anda untuk melepas, untuk memiliki disiplin dan pengendalian-diri, meletakkan segala sesuatu; mereka mengajari Anda untuk berjuang dalam cara ini untuk memecahakan masalah Anda. Dhamma yang Anda pelajari hanyalah untuk memecahkan masalah-masalah Anda.

Masalah-masalah macam apa yang akan bicarakan? Bagiamana dengan keluarga Anda? Apa Anda punya masalah di sana? Ada masalah dengan anak, pasangan, sahabat, tau pekerjaan Anda? Semua ini kadang mengakibatkan Anda sakit kepala, bukan? Ini adalah masalah yang sedang kita bicarakan; ajaran memberitahu Anda bahwa Anda bisa memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan Dhamma.

Kita telah terlahir sebagai manusia. Seharusnya mungkin untuk hidup dengan batin bahagia. Kita melakukan pekerjaan kita sesuai dengan tanggung jawab kita. Jika segala sesuatu menjadi sulit keadaannya, kita berlatih ketahanan. Mendapatkan penghidupan dalam jalan yang benar adalah salah satu jenis latihan Dhamma, praktik hidup etis. Hidup bahagia dan selaras seperti ini sudah cukup baik.

Namun, kita biasanya mengambil kerugian. Jangan mengambil kerugian! Jika Anda pergi ke sebuah pusat pelatihan atau vihara untuk bermeditasi, kemudian pulang dan bertengkar, itulah kerugian. Anda dengar dan mengerti apa yang saya katakana? Berbuat ini hanyalah sebuah kerugian. Ini berarti Anda tidak benar-benar melihat Dhamma bahkan sepercik kecil pun—tidak ada untungnya sama sekali.