GIGIH DALAM PENCARIAN MULIA

Di Ulang tahun kali ini, saya ingin berbagi sebuah ceramah dari Yang Mulia Pa-Auk Sayadawji.
For English Version can see at posting “PERSEVERE IN THE NOBLE QUEST”.

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa (3x)

GIGIH DALAM PENCARIAN MULIA

Mari kita mulai ceramah hari ini dengan sebuah Sutta dari Aṅguttara Nikāya yang dinamakan ‘Gavesī’, ‘Pencari’ :

Gavesī
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang mengembara di tengah-tengah penduduk Kosala bersama dengan sejumlah besar para Bhikkhu Saṅgha.
Kemudian, ketika berjalan di sepanjang jalan raya, Sang Bhagavā melihat sebuah hutan besar pepohonan sala di suatu tempat. Beliau meninggalkan jalan raya, memasuki hutan pepohonan sala, dan tersenyum ketika Beliau sampai di tempat tertentu.
Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir: “Mengapa Sang Bhagavā tersenyum? Para Tathāgata tidak tersenyum tanpa alasan.” Kemudian Yang Mulia Ānanda bertanya kepada Sang Bhagavā: “Mengapakah, Sang Bhagavā tersenyum? Para Tathāgata tidak tersenyum tanpa alasan.”
(Kemudian Sang Buddha berkata demikian:)
“Di masa lampau, Ānanda, di tempat ini terdapat sebuah kota yang kaya, makmur, dan berpenduduk padat, sebuah kota yang penuh dengan banyak orang. Pada saat itu Sang Bhagavā, Sang Arahat, Yang Tercerahkan Sempurna Kassapa hidup dengan bergantung pada kota itu. Sang Bhagavā Kassapa memiliki seorang umat awam bernama Gavesī, tetapi ia tidak menjaga perilaku bermoral.
Berkat Gavesī, sekarang ada lima ratus umat awam yang menjadi pengikutnya, tetapi mereka tidak menjaga perilaku bermoral.
(1) “Kemudian, Ānanda, Gavesī berpikir: ‘Aku adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kelima ratus umat awam ini, namun baik aku maupun kelima ratus umat awam ini tidak menjaga perilaku bermoral. Dengan demikian kami berada pada tingkat yang sama, dan aku tidak sedikit pun lebih baik. Biarlah aku melebihi mereka!.’
“Kemudian Gavesī mendatangi kelima ratus umat awam itu dan berkata kepada mereka: ‘Ketahuilah, mulai hari ini, aku akan menjaga perilaku bermoral.’
Kemudian kelima ratus umat awam itu berpikir: ‘Guru Gavesī adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kami. Sekarang Guru Gavesī akan menjaga perilaku bermoral. Mengapa kami tidak melakukannya juga?’
“Kemudian kelima ratus umat awam itu mendatangi Gavesī dan berkata kepadanya: ‘Mulai hari ini dan seterusnya kami juga akan menjaga perilaku bermoral.’
(2) “Kemudian, Ānanda, Gavesī berpikir: ‘Aku adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kelima ratus umat awam ini. Sekarang aku sedang memenuhi perilaku bermoral, dan demikian pula dengan kelima ratus umat awam ini. Dengan demikian kami berada pada tingkat yang sama, dan aku tidak sedikit pun lebih baik. Biarlah aku melebihi mereka!.’
“Kemudian Gavesī mendatangi kelima ratus umat awam itu dan berkata kepada mereka: ‘Mulai hari ini, aku akan menjalani hidup selibat, hidup terpencil, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa.
’Kemudian kelima ratus umat awam itu berpikir: ‘Guru Gavesī adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kami. Sekarang Guru Gavesī akan hidup selibat, hidup terpencil, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa. Mengapa kami tidak melakukannya juga?’
“Kemudian kelima ratus umat awam itu mendatangi Gavesī dan berkata kepadanya: ‘Mulai hari ini dan seterusnya kami juga akan hidup selibat, hidup terpencil, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa.’ (Upasakā/Upasikā)
(3) “Kemudian, Ānanda, Gavesī berpikir: ‘Aku adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kelima ratus umat awam ini. Sekarang aku menjaga perilaku bermoral, aku hidup selibat, hidup terpencil, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa, dan demikian pula dengan kelima ratus umat awam ini. Dengan demikian kami berada pada tingkat yang sama, dan aku tidak sedikit pun lebih baik. Biarlah aku melebihi mereka!.’
“Kemudian Gavesī mendatangi kelima ratus umat awam itu dan berkata kepada mereka: ‘Mulai hari ini, aku akan makan satu kali sehari, menghindari makan malam, menghindari makan di luar waktu yang tepat.’ Kemudian kelima ratus umat awam itu berpikir: ‘Guru Gavesī adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kami. Sekarang Guru Gavesī makan satu kali sehari, menghindari makan malam, menghindari makan di luar waktu yang tepat. Mengapa kami tidak melakukannya juga?’
Kemudian mereka melakukan hal yang sama.
(4) “Kemudian, Ānanda, umat awam Gavesī berpikir: ‘Aku adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kelima ratus umat awam ini. Sekarang aku menjaga perilaku bermoral, dan demikian pula dengan kelima ratus umat awam ini. Aku hidup selibat, hidup terpencil, menghindari hubungan seksual (Brahma∙cārī), praktik orang biasa, dan demikian pula dengan kelima ratus umat awam ini. Aku makan satu kali sehari, menghindari makan malam, menghindari makan di luar waktu yang tepat (virataṁ vikālabhojana), dan demikian pula dengan kelima ratus umat awam ini. Dengan demikian kami berada pada tingkat yang sama, dan aku tidak sedikit pun lebih baik.
Biarlah aku melebihi mereka!.’
“Dan Ananda, kemudian Gavesī mendatangi Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna Kassapa, dan berkata kepada Beliau:
‘Yang Mulia, bolehkah aku memperoleh pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh (upasampadā) di bawah Sang Bhagavā?’
Umat awam Gavesīpun memperoleh pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh di bawah Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna Kassapa.
Segera setelah penahbisannya, Bhikkhu Gavesī dengan berdiam sendirian, terasing, penuh kewaspadaan, tekun, dan bersungguhsungguh, memasuki dan berdiam dalam kesempurnaan tertinggi kehidupan suci, nyata di kehidupan ini, merealisasikannya dengan pengetahuan langsung (yaitu tujuan akhir di mana demi kebaikan para putra dari anggota-anggota keluarga yang meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah), kemudian Ia menyatakan: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun.’
Dan bhikkhu Gavesī menjadi salah satu di antara para Arahant.
“Kemudian, Ānanda, kelima ratus umat awam itu berpikir: ‘Guru Gavesī adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kami. Sekarang Guru Gavesī, telah mencukur rambut dan janggutnya dan mengenakan jubah kuning, telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.
Mengapa kami tidak melakukannya juga?’
“Kemudian kelima ratus umat awam itu mendatangi Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna Kassapa,dan berkata kepadaNya: ‘Yang Mulia, bolehkah kami memperoleh pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh di bawah Sang Bhagavā?’.
Kemudian kelima ratus umat awam itu memperoleh pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh di bawah Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna Kassapa.
(5) “Kemudian, Ānanda, bhikkhu Gavesī berpikir: ‘Aku memperoleh kebahagiaan tertinggi dari kebebasan ini sesuai kehendak, tanpa kesulitan atau kesusahan. Bisakah, kelima ratus bhikkhu ini memperolehnya dengan cara yang sama? “
Kemudian, Ānanda, kelima ratus bhikkhu tersebut dengan berdiam sendirian, terasing, penuh kewaspadaan, tekun, dan bersungguhsungguh, dan, dalam waktu yang tidak lama kemudian, mereka memasuki dan berdiam dalam kesempurnaan tertinggi kehidupan suci, nyata di kehidupan ini, merealisasikannya dengan pengetahuan langsung (yaitu tujuan akhir di mana demi kebaikan para putra-putra anggota-anggota keluarga yang meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah), kemudian mereka menyatakan: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun.’
“Demikianlah, Ānanda, kelima ratus bhikkhu itu dengan dipimpin oleh Gavesī, dengan berusaha secara bertahap dalam cara-cara yang lebih tinggi dan lebih luhur, merealisasikan kebebasan tertinggi, tidak ada yang lebih melebihi hal ini.
“Oleh karena itu, Ānanda, latihlah dirimu seperti demikian: ‘Dengan berusaha secara bertahap dalam cara-cara yang lebih tinggi dan lebih luhur, kami akan berjuang merealisasikan kebebasan tertinggi.’

Sekarang anda juga harus mendengarkan Sabda Sang Buddha, bermeditasi dan berjuang dengan secara bertahap dalam cara-cara yang lebih tinggi dan lebih luhur dari pemurnian.
Jika anda mampu mencapai kemajuan dengan mudah dalam meditasi, anda sepatutnya tidak menjadi sombong, dan berhenti sejenak dari tujuan akhir pencarian mulia, di mana para putra dari anggota-anggota keluarga yang meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.
Jika sebaliknya anda tidak mampu mencapai kemajuan yang mudah dalam meditasi, anda juga tidak sepatutnya menjadi kecewa.
Seberapa cepat seorang pemeditator mencapai kemajuan dalam meditasi tergantung dari parami masa lampau, kematangan dari indrianya dan usaha yang sekarang. Anda harus ingat bahwa meditasi bukanlah sebuah kompetisi, dan anda sebaiknya tidak saling berkompetisi di antara kalian masing-masing.
Dengan berpikir bahwa latihan anda superior dari orang lain adalah membanggakan diri (Vidhā)(*).
Dengan berpikir bahwa latihan anda sama dengan orang lain adalah membanggakan diri.
Dengan berpikir bahwa latihan anda inferior dari orang lain juga adalah membanggakan diri.
Dalam meditasi yang paling penting hanyalah pemurnian moralitas, pikiran dan pandangan anda sendiri. Selama anda bersungguh-sungguh berlatih sebaik mungkin, anda telah membuat kemajuan yang paling cepat sesuai kemampuan anda.
Note (*):
Dalam S.I.I.ii.10 'Samiddhi∙Sutta dan dalam in'S.V.I.vii.2 'Vidhā∙Suttaṁ' ('The Pride Sutta')
Dijelaskan bahwa Vidhā merupakan salah satu bentuk dari Māna (kesombongan/keangkuhan). “Bhikkhu ada 3 jenis membanggakan diri :
1. Aku lebih baik
2. Aku setara dengan yang lain
3. Aku lebih rendah
Para Bhikkhu, demi pengetahuan langsung, pemahaman penuh serta kehancuran sepenuhnya 3 jenis hal tersebut maka Jalan Ariyā berfaktor 8 harus dikembangkan.”
Tiga hal tersebut biasanya meliputi usia muda, kesehatan, kehidupan, kekayaan, kecantikkan, dsb.
Orang yang biasa berpikir seperti demikian akan sering berselisih.

Pada saat anda bermeditasi, anda harus meditasi dengan pikiran yang ‘melepas’. Jika anda berlatih tiga tahap latihan dari perilaku moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan yang mana akan menuju ke ketidakterikatan, ketidaktertarikkan dan pembebasan. Jadi, dengan pikiran yang penuh dengan keterikatan, tidaklah mungkin bagi anda mencapai tujuan mulia. Malah sebaliknya semakin anda berlatih, anda akan semakin jauh dari tujuan sebenarnya.
Jadi, tanggung jawab anda hanyalah berlatih dengan tulus, disertai dengan penghormatan sepenuhnya kepada Dhamma, dan biarkan hasilnya kemudian datang dengan sendirinya sesuai dengan hukum sebab dan akibat. Hal ini digambarkan dengan jelas oleh Sang Buddha dalam Aṅguttara Nikāya :
Tikanipāta 83 (3) Lahan
“Para bhikkhu, ada tiga tugas yang sangat diperlukan bagi seorang petani. Apakah tiga ini?
(1) Di sini, petani pertama-tama membajak dan menggaruk lahan secara menyeluruh secepatnya.
(2) Selanjutnya, ia menanam benih pada waktu yang tepat, secepatnya.
(3) Dan kemudian ia sewaktu-waktu mengairi dan mengeringkan lahan itu.
Ini adalah ketiga tugas yang sangat diperlukan bagi seorang petani.”
‘Sekarang para Bhikkhu, petani tersebut tidaklah memiliki kekuatan sihir atau kekuasaan untuk berkata demikian: “Semoga hari ini tanamanku bertunas, biarkan besok mereka mekar. Dan lusa semoga mereka menjadi matang”. Tidaklah mungkin. Hanya berdasarkan musimnyalah mereka bisa melakukan demikian.’
“Demikian pula, ada tiga tugas yang sangat diperlukan bagi seorang bhikkhu. Apakah tiga ini?
(1) Melaksanakan latihan dalam perilaku moralitas yang lebih tinggi,
(2) Melaksanakan latihan dalam konsentrasi yang lebih tinggi, dan
(3) Melaksanakan latihan dalam kebijaksanaan/pandangan terang yang lebih tinggi. (**)
Ini adalah ketiga tugas yang sangat diperlukan bagi seorang bhikkhu.”
‘Sekarang para Bhikkhu tidaklah memiliki kekuatan sihir atau kekuasaan untuk berkata demikian: “Semoga hari ini pikiranku terbebas dari semua kekotoran batin, atau besok, atau lusa.” Bukanlah demikian. Hanya pada saat yang tepatlah, pikiran mereka akan terbebaskan, sejalan dengan tiga tahapan latihan yang mereka praktekkan.’
‘Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih seperti demikian: “Dengan tekun beserta keinginan yang kuat kami akan menjalankan tiga tahapan latihan perilaku moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan.” Demikianlah anda harus melatih diri anda sendiri.’

Note (**):
Dalam A.III.II.iv.9 ‘Paṭhama Sikkhattaya Sutta’
(1) Latihan perilaku moralitas yang lebih tinggi (Adhi sīla sikkhā)
Melaksanakan Patimokha Sīla, memiliki dan berdiam dalam perilaku moralitas, melihat bahaya bahkan dalam pelanggaran kecil, dsb. Ini disebut latihan moralitas yang lebih tinggi.
(2) Latihan konsentrasi yang lebih tinggi (Adhi citta sikkhā)
Terasing dari kenikmatan duniawi…, terasing dari pikiran yang tidak baik…, memasuki dan berdiam dalam Jhāna pertama… Jhāna kedua…, Jhāna ketiga…, Jhāna keempat, ini disebut latihan konsentrasi yang lebih tinggi.
(3) Latihan kebijaksanaan/pandangan terang yang lebih tinggi (Adhi paññā sikkhā).
Mengerti dengan pengetahuan langsung kenyataan yang sesungguhnya, “Ini adalah Dukkha..”, “Ini adalah sebab dari Dukkha…”, “Ini adalah lenyapnya Dukkha…”, “Ini adalah jalan menuju lenyapnya Dukkha.” Ini di sebut sebagai latihan kebijaksanaan yang lebih tinggi.

Dalam VbhA.XVI.x.3.770'Tika∙Niddesa∙Vaṇṇanā' dijelaskan lebih lanjut :
Pātimokkha Sīla melampaui latihan moralitas yang lain, karena hanya ada ketika seorang Buddha muncul di dunia ini, dan hanya seorang Sang Buddha yang Mahatau yang dapat menentukannya.
Dalam buku yang sama juga dijelaskan demikian :
‘Seperti misalkan sebuah payung kecil apabila dibandingkan dengan payung yang paling besar, maka payung yang paling besar, disebut sebagai super payung. Maka, jika dibandingkan dengan 5 Sīla dan 10 Sīla, maka Pātimokkha Sīla disebut latihan moralitas yang lebih tinggi, dan jika dibandingkan lingkaran-berbasis 8 pencapaian [latihan Jhāna untuk mencapai kelahiran di alam yang lebih tinggi (Brahma)], maka Vipassanā-berbasis 8 pencapaian [latihan Jhāna yang ditujukan landasan untuk melatih Vipassanā] disebut latihan pikiran/konsentrasi yang lebih tinggi, dan jika dibandingkan kebijaksanaan mengenai hukum kamma, maka kebijaksanaan dari pandangan terang, kebijaksanaan Magga dan kebijaksanaan Phala adalah yang tertinggi.

Juga, di dalam Aṅguttara Nikāya Sang Buddha menjelaskan mengenai 4 cara kemajuan atau pengembangan latihan, yaitu :
(1) Pengembangan latihan yang menyakitkan dengan penembusan yang lambat.
(2) Pengembangan latihan yang menyakitkan dengan penembusan yang cepat.
(3) Pengembangan latihan yang menyenangkan dengan penembusan yang lambat.
(4) Pengembangan latihan yang menyenangkan dengan penembusan yang cepat.
Tentu saja, yang terbaik adalah jika anda adalah seseorang yang mampu memiliki kemajuan dengan cara yang menyenangkan dan penembusan yang cepat. Tetapi jika anda memiliki kemajuan dengan cara yang menyakitkan dan penembusan yang lambat, maka anda tidak perlu menjadi berkecil hati, bagaimanapun anda masih membuat kemajuan. Satu hal yang membuat kemajuan semakin lambat adalah tidak senang bermeditasi, karena bagi seseorang yang tidak bermeditasi, tidak akan ada kemajuan sama sekali.
Apakah anda tahu, selain dari tiga tahap latihan moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan yang diajarkan oleh Sang Buddha, adakah jalan lain yang bisa menuntun anda untuk mengakhiri lingkaran kelahiran, mengakhiri segala penderitaan ?
Tidak ada. Karena tanpa bermeditasi seseorang tidak akan memperoleh kebijaksanaan, seperti yang Sang Buddha katakan dalam
Dhammapada bab 20 syair ke 282
“Sesungguhnya dari meditasi akan timbul kebijaksanaan; tanpa meditasi kebijaksanaan akan pudar. Setelah mengetahui kedua jalan bagi perkembangan dan kemerosotan batin ini, hendaklah seseorang melatih diri sehingga kebijaksanaannya berkembang.”

Karena hanya dengan tiga tahap latihan dari perilaku moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan yang akan menuntun menuju pembebasan, anda tidak punya pilihan lain selain bermeditasi, dan bermeditasi, dan bermeditasi. Anda harus terus-menerus bermeditasi, kecuali jam tidur. Anda harus mencoba untuk selalu penuh perhatian sebisa mungkin. Tidak ada usaha sekecil apapun yang menjadi sia-sia. Jika anda bermeditasi selama 1 jam dengan cara yang tepat, maka anda memperoleh parami 1 jam. Jika anda bermeditasi selama 1 hari, 1 bulan, 1 tahun, atau lebih, anda telah mengumpulkan parami sejauh usaha yang telah anda lakukan. Semakin anda berlatih dengan cara yang tepat, maka pikiran anda akan semakin murni, dan kekotoran batin anda akan semakin terkikis, seperti yang dijelaskan oleh Sang Buddha dalam Aṅguttara Nikāya
“Ketika, para bhikkhu, seorang tukang kayu atau murid tukang kayu melihat cetakan jari tangannya pada gagang kapaknya, ia tidak mengetahui: ‘Aku telah membuat aus sebanyak ini pada gagang kapak hari ini, sebanyak ini kemarin, sebanyak ini pada hari sebelumnya’; melainkan ketika gagang kapak itu menjadi aus, ia mengetahui bahwa gagang kapaknya telah menjadi aus.
Demikian pula para Bhikkhu, ketika seorang bhikkhu bertekad pada latihan pengembangan pikiran, walaupun ia tidak mengetahui: ‘Aku telah mengikis noda-noda sebanyak ini hari ini, sebanyak ini kemarin, sebanyak ini pada hari sebelumnya,’. Namun ketika noda-nodanya terkikis, ia mengetahui bahwa noda-nodanya terkikis.”
“Seperti sebuah kapal layar yang terikat dengan tali yang telah usang di dalam air selama enam bulan. Kapal itu akan ditarik ke darat selama musim dingin dan talinya akan diserang lebih jauh lagi oleh angin dan matahari. Dibasahi oleh hujan pada musim hujan, tali itu akan menjadi lapuk dan membusuk. Demikian pula, ketika seorang bhikkhu bertekad pada latihan pengembangan pikiran, maka
belenggu-belenggunya mudah menjadi runtuh dan membusuk.”

Jadi, anda tidak perlu khawatir kapan anda akan mencapai Nibbāna. Selama anda terus berjalan di arah yang benar, anda akan mencapai tujuan mulia pada suatu hari nanti, pasti.
Selanjutnya, untuk mengetahui Empat Kebenaran Mulia adalah suatu pencarian yang layak. Mengapa?
Anda akan bisa mengerti dari apa yang Sang Buddha sampaikan dalam
Saṃyutta Nikāya Mahāvagga BAB XII 56. Saccasaṃyutta
35 (5) Seratus Tombak
“Para Bhikkhu, misalkan ada seseorang dengan umur kehidupan seratus tahun, yang hidup selama seratus tahun. Dan seseorang akan berkata kepadanya: ‘Marilah, Tuan yang baik, di pagi hari mereka akan menusukmu dengan seratus tombak; di siang hari mereka akan menusukmu dengan seratus tombak; di malam hari mereka akan menusukmu dengan seratus tombak.
Dan engkau, Tuan, yang memiliki umur kehidupan seratus tahun, akan hidup selama seratus tahun dengan ditusuk hari demi hari dengan tiga ratus tombak; dan kemudian, setelah seratus tahun berlalu, engkau akan menembus Empat Kebenaran Mulia, yang belum engkau tembus sebelumnya.’
“Para Bhikkhu, Bahkan jika terjadi hal demikian, sudah selayaknya bagi orang tersebut menerima tawaran itu. Karena alasan apakah?
Karena Para Bhikkhu, tak dapat dibayangkan, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat diketahui; titik awal
tidak terlihat dengan tusukan tombak, tusukan pedang, potongan kapak.
Meskipun demikian, para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa penembusan Empat Kebenaran Mulia disertai dengan penderitaan dan dukacita, tetapi Aku katakan penembusan Empat kebenaran Mulia adalah disertai kegembiraan dan kebahagiaan.
Oleh karena itu, para Bhikkhu, suatu usaha harus dikerahkan untuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ Suatu usaha harus dikerahkan untuk memahami : ‘Ini adalah sebab dari penderitaan’
Suatu usaha harus dikerahkan untuk memahami : ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’
Suatu usaha harus dikerahkan untuk memahami : ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan’.

Untuk menggambarkan lebih jauh mengenai betapa bermanfaatnya mengisi seluruh kehidupan kita untuk berlatih tiga tahap latihan dari perilaku moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan, Saya akan mengutip Sutta lainnya dari
Saṃyutta Nikāya Nidānavagga BAB II 13. Abhisamayasaṃyutta
1 Kuku Jari
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī, di dekat Hutan Jeta, Vihara milik Anāthapiṇḍika. Kemudian Sang Bhagavā mengambil sedikit debu dengan ujung kuku jari tangan-Nya dan berkata kepada para Bhikkhu sebagai berikut:
“Para Bhikkhu bagaimanakah menurut kalian, mana yang lebih banyak: sedikit debu yang Ku-ambil di ujung kuku jari tanganKu ini atau tanah di bumi ini?”
“Yang Mulia, pastilah tanah di bumi ini jauh lebih banyak. Sedikit debu yang Bhagavā ambil di ujung kuku jari tangan Yang Mulia adalah tidak berarti. Tidak ada seperseratus bagian, atau seperseribu bagian, atau seperseratus ribu bagian dari tanah di bumi ini.”
“Demikian pula, para bhikkhu, bagi seorang siswa mulia, seorang yang memiliki pandangan benar, yang telah membuat penembusan, penderitaan yang telah dihancurkan dan dilenyapkan adalah lebih
banyak, sementara yang masih tersisa adalah tidak berarti. Yang tersisa ini tidak ada seperseratus bagian, atau seperseribu bagian, atau seperseratus ribu bagian dari keseluruhan penderitaan yang telah dihancurkan dan dilenyapkan, karena ia akan terlahir paling banyak hanya tujuh kehidupan lagi.”
“Begitu besar manfaatnya, para bhikkhu, penembusan Dhamma, begitu besar manfaatnya memperoleh Mata Dhamma.” (***)
Jadi, setiap meditator harus berusaha sebaik mungkin untuk mencapai paling tidak Magga (jalan) dan Phala (buah) dari Sotāppana (pemasuk arus). Jika ia sukses dalam mencapainya, maka kelahiran yang sangat berharga sebagai seorang manusia dan kesempatan yang jarang untuk mendengarkan Dhamma Sejati tidaklah terbuang dengan sia-sia. Ia tidak akan lagi menjadi subyek untuk terlahir di empat alam sengsara (neraka, binatang, peta dan asura) dan pasti akan mencapai kebebasan akhir di masa yang akan datang.
Note (***) :
Istilah ‘Mata Dhamma’ mengacu pada penembusan 4 Kebenaran Mulia, dan tingkat Kesucian pertama yang disebut memiliki Mata Dhamma di sini adalah untuk seorang Sotāppana. Bagi seorang Sotāpanna hanya akan terlahir paling banyak tujuh kehidupan, dan pasti tidak akan terjatuh ke empat alam sengsara.

Bahkan untuk mencapai kesuksesan duniawi saja seseorang harus bekerja keras. Apalagi yang bisa dikatakan untuk mencapai pencapaian agung Adiduniawi?
Pastinya sangat diperlukan usaha yang lebih banyak. Anda harus ingat, bahkan beberapa murid ternama Sang Buddha harus berlatih sangat keras untuk mencapai pembebasan. Sebagai contoh, Yang Mulia Ratthapala berlatih selama 12 tahun, seperti dijelaskan dalam Ratthapala Sutta dalam Majjhima Nikaya sebagai ‘segera’. Yang Mulia Rahula, putra satu-satunya dari Sang Buddha juga harus berjuang selama 13 tahun sebelum mencapai Arahat. Dan siapakah kita, yang menjadi kecewa hanya dengan berlatih meditasi setelah beberapa hari, atau beberapa bulan?
Untuk memperoleh manfaat dari pencapaian agung adiduniawi, kita harus mengerahkan usaha terbaik yang berkelanjutan, seperti yang dikatakan oleh Sang Buddha dalam
Saṃyutta Nikāya Nidānavagga BAB 1 12. Nidānasaṃyutta
22 (2) Sepuluh Kekuatan
“Para Bhikkhu, Bukan dengan yang rendah sesuatu yang tertinggi dapat dicapai, melainkan yang tertinggi hanya dicapai oleh yang tertinggi. Para bhikkhu, kehidupan suci ini adalah yang paling unggul; Sang Guru telah datang di hadapan anda saat ini. Oleh karena itu, para Bhikkhu (****), bangkitkanlah semangat untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk merealisasi apa yang belum direalisasi. Maka, dengan demikian pelepasan keduniawian ini tidak akan menjadi mandul, namun berbuah banyak dan subur; dan juga, empat kebutuhan pokok yang kita gunakan, jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan akan sangat bermanfaat bagi kita. Maka dari itu, para Bhikkhu, kalian harus berlatih demikian:
“Mempertimbangkan kebaikan dirinya sendiri, seseorang harus berusaha keras tanpa mengenal lelah, mempertimbangkan kebaikan orang lain, seseorang harus berusaha keras tanpa mengenal lelah,
mempertimbangkan kebaikan keduanya, seseorang harus berusaha keras tanpa mengenal lelah.”

Note (****) :
Meskipun Sang Buddha hanya menyebut kata ‘Bhikkhu’, tetapi dapat dimengerti kata ini mencakup Bhikkhu, Bhikkhuni, Upasaka dan Upasika.

Maka, untuk kebaikkan kita sendiri dan orang lain, kita harus melanjutkan perjuangan dalam pencarian mulia ini dengan gigih, dan pantang menyerah hingga nafas terakhir kita dalam hidup ini.
Sekarang, akan saya akhiri ceramah kali ini dengan sebuah syair dari Dhammapada
Yo ca vassasataṃ jīve, duppañño asamāhito;
Ekāhaṃ jīvitaṃ seyyo, paññavantassa jhāyino.
Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak bijaksana dan tidak terkendali, sesungguhnya lebih baik adalah kehidupan sehari dari orang yang bijaksana dan tekun bermeditasi.

“Semoga anda hidup dengan kebajikan, bijaksana dan bermeditasi.”

Demikian sharing ceramah Dhamma dari Yang Mulia Pa-Auk Sayadaw pada kesempatan kali ini.
Semoga Dhamma ini bermanfaat dan dapat dipraktekkan oleh semua mahluk.
Semoga Yang Mulia Pa-Auk Sayadawji Sehat dan Berbahagia.
Semoga semua mahluk berbahagia dan dapat memperoleh Mata Dhamma secepatnya…
Semoga Buddha Sasana bertahan lama.

Idaṁ me puññaṁ āsavakkhayā’vahaṁ hotu.
Idaṁ me puññaṁ Nibbānassa paccayo hotu.
Mama puññabhāgaṁ sabbasattanaṁ bhājemi;
Te sabbe me samaṁ puññabhāgaṁ labhantu.
Sādhu.. Sādhu.. Sādhu

source: facebook Sayale Satima