Touching the Miracle of Life through Mindfulness - Part 2
Part 2
Touching the Miracle of Life through Mindfulness
Ingatan dari proses pikiran melalui pintu batin turut bekerja. Dia memutar kembali kejadian tersebut dalam pikiran sehingga objek tersebut semakin jelas. Kita menggenggam persepsi ini sebagai ‘aku’, demikianlah kita menderita. Kita tidak mampu melihat bahwa semua hanyalah proses yang saling bergantung. Tiada yang berdiri sendiri. Sifatnya kosong dari ‘diri’. Meskipun kejadian tersebut telah berlalu, kita terus mengingat dan melekat, sehingga tercipta bentukan pikiran (sankhara).
Dalam contoh kasus bentuk-bentuk mental berakar kebencian, maka proses pikiran berakar kebencian ini akan mewujudkan tindakannya dalam ucapan maupun perbuatan jasmani, alhasil akan menjadi benih karma yang tersimpan dalam gudang kesadaran kita. Oleh karena itu, dalam Dhammapada dikatakan bahwa pikiran adalah pelopor, pemimpin, dan pembentuk. Benih karma yang telah ditanam pada akhirnya akan menunggu waktu untuk berbuah jika semua kondisi terpenuhi. Ingatan ini tidak muncul sekali, tapi berulang kali, dan kita terus bereaksi. Jika kita bereaksi dengan kemarahan, tampaknya kita hanya marah sebentar, tapi proses pikiran begitu cepat, sudah berapa banyak sankhara (bentuk-bentuk mental) yang tercipta? Oleh karena itu, karma yang telah ditanam mampu menghasilkan buah yang berkali-kali lipat. Kita tidak menyadari bahwa kita telah menciptakan banyak benih karma.
Lalu, bagaimana solusinya? Amati perasaan yang muncul. Pada awalnya Anda melihat perasaan itu semakin lama semakin membesar. Sadari hal itu. Dengan tekun dan perhatian murni, amati perasaan tersebut. Sesuai dengan sifat alami bahwa segala fenomena muncul, berlangsung, melapuk, kemudian lenyap. Demikian pula dengan perasaan yang dialami. Perasaan yang muncul, meningkat, perlahan-lahan akan berkurang intensitasnya, mengecil dan sampai akhirnya lenyap. Satu hukum abadi bahwa segala sesuatu yang berkondisi tidaklah kekal. Dengan perhatian murni dan pemahaman jernih melihat segala fenomena adalah tidak kekal, tidak memuaskan dan tanpa inti diri. Inilah vipassana, suatu teknik meditasi dalam mengatasi kesedihan dan ketamakan dunia. Terkadang kita tidak sempat untuk mengamati fenomena yang muncul dalam diri karena terjadi begitu cepat. Untuk itulah, ketenangan batin diperlukan agar bisa mengamati dengan jernih. Alhasil, kita mampu menghadapi segala fenomena kehidupan dengan keseimbangan batin.
Faktanya, kita ingin dicintai, diperhatikan, dan dipedulikan oleh orang lain. Tapi, apakah kita sudah mencintai diri kita sendiri? Banyak orang sering mengabaikan hal ini. Mereka terus menerus mencari seseorang yang bisa mencintai dan menerima diri mereka. Tapi, mereka tidak menyadari apakah mereka sudah menerima, memahami, dan mencintai diri mereka apa adanya. Hal ini memang sulit. Dibutuhkan proses bertahap agar bisa menerima diri ini apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Dengan bersyukur dan puas terhadap yang dimiliki, kita merasakan kebahagiaan disini dan saat ini.
Semoga semua makhluk hidup dalam damai, tentram, bahagia, dan sejahtera. 😃