Kinara~Kinari
Boddhisatta Buddha Gotama pernah terlahir sebagai Kinara dan Putri Yasodhara saat itu terlahir sebagai Kinari (Manusia yang berbadan burung).
Patung Kinara dan Kinari ditempatkan di pilar canopy sebagai perlambang cinta kasih dan kesetiaan.
Penempatan Patung Kinara dan Kinari di depan bangunan utama dimaksudkan untuk mengingatkan kita bahwa Guru Agung Buddha Gotama menyebarkan Dhamma karenya cinta kasih-Nya kepada umat manusia dan alam semesta.
Patung ini juga berfungsi sebagai elemen estetika yang artistik yang mengesankan keluwesan dan keanggunan, diharapkan dapat menuntun umat yang berkunjung untuk memulai memperhatikan tindak tanduknya, kesopanannya memasuki areal vihara yang mengagungkan keluhuran sifat-sifat mulia Seorang Buddha.
==================================================================================
Magelang, Antara Jateng - Seorang biksu tua dari Wihara Mendut, Sri Pannavaro Mahathera, mendatangi Studio Mendut, tempat utama untuk berkumpul seniman petani Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Bante Panna yang mengenakan jubah warna kuning keemasan sebagai kekhasan seorang biksu itu, berjalan kaki dari wiharanya menuju tempat yang dikelola Sutanto, pemimpin paling berpengaruh atas komunitas itu.
Jarak antara Wihara Mendut hingga Studio Mendut, sekitar 300 meter. Sang biksu berjalan sambil menjinjing tas plastik warna putih, berisi bingkisan.
Ketika melihat satu lukisan kaca tentang Sidharta Gautama bersama istrinya, Gopa, di dinding Studio Mendut, biksu berusia 59 tahun yang lahir di Blora, Jawa Tengah dengan nama Husodo (Ong Tik Tjong) itu, mengulurkan tangan kanan untuk menunjuknya.
"Ini lho Mas Tanto," kata sang biksu berkarisma itu, sambil menunjuk lukisan tentang relief Sidharta dengan Gopa berjudul "Kinara Kinari", seperti ditirukan oleh Sutanto.
Sutanto yang juga budayawan Magelang itu, memotret momentum tersebut menggunakan kamera dari telepon selulernya.
Oleh karena saking banyaknya lukisan kaca terpajang di dinding Studio Mendut, Tanto tampaknya lupa bahwa lukisan tersebut berjudul "Kinara Kinari".
Papan tripleks pigura bagian belakang lukisan kaca itu, setelah ditengok oleh Tanto, memang tertulis judul tersebut dengan menggunakan spidol.
Bante itu, disebutnya ingin berkisah bahwa relief tentang Kinara Kinari yang tertera di beberapa candi, termasuk Borobudur --sekitar tiga kilometer barat Mendut, tak lepas dari makna cinta kasih dan kesetiaan antara perempuan dengan laki-laki.
Kehadiran seorang diri dan secara tiba-tiba Bante Panna ke Studio Mendut, bukan peristiwa yang pertama. Sering kali biksu dari Sangha Theravada Indonesia yang juga salah satu pendiri Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI) itu, mendatangi Studio Mendut, terutama untuk berbincang-bincang mengenai berbagai ihwal dengan Tanto.
Kedatangannya siang itu, antara lain untuk memberikan bingkisan khusus kepada anak sulung Tanto (Shiki Raya Unisia) yang akan menikah dengan lelaki berasal dari Karawang, Jawa Barat, (Bayu Kartika) pada Minggu (20/10).
Rangkaian perayaan tersebut digarap secara kontemporer oleh Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) dengan tajuk "Peristiwa Religius dan Desain Budaya", selama tiga hari (19-21 Oktober 2013).
Para tokoh, budayawan, dan seniman berasal dari berbagai kota, termasuk sejumlah pemusik Jepang, rencananya hadir pada momentum tersebut. Istri Tanto, Mami Kato, berasal dari Jepang.
Dalam rancangan Komunitas Lima Gunung, kehadiran mereka bukan sekadar karena Tanto menggelar syukuran atas pernikahan anak perempuannya, akan tetapi menjadi bagian dari peristiwa kebudayaan kontemporer yang digarap dalam tajuk tersebut.
Sejumlah sumber menyebut Kinara Kinari sebagai relief sepasang sosok berkepala manusia dan berbadan burung. Mereka bertugas menjaga pohon kalpataru, sebagai lambang pohon kehidupan dan simbol pelestarian lingkungan. Sepasang sosok itu, juga dikisahkan menjadi penghibur dewa di surgaloka.
Relief Kinara Kinari antara lain terpatri di Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Pawon, dan Candi Ngawen.
Seorang pemandu wisata Candi Borobudur, Nur Rohmad, menyebut relief Kinara Kinari terpatri di beberapa tempat di Candi Borobudur yang juga warisan budaya dunia, dibangun di antara aliran Kali Elo dengan Progo sekitar abad ke-8 Masehi pada masa Dinasti Syailendra tersebut.
Antara lain, katanya, di deretan relief Awadana (Pintu utara, di bawah relief Lalitawistara, lorong pertama Candi Borobudur) dan deretan relief Gandawiyuha (Pintu selatan, lorong kedua).
"Kinara Kinari lambang keharmonisan dan kesetiaan yang luar biasa. Walaupun salah satu ditinggalkan satu hari pun, dikisahkan rasanya bertahun-tahun, karena saling mencintai," kata Nur yang mantan Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kabupaten Magelang itu.
Dia mengaku bahwa hingga saat ini belum tahu, apakah kisah Kinara Kinari itu memang ada kaitan dengan ajaran reinkarnasi dalam Buddha.
Sidharta yang meninggalkan istana, setelah memutuskan menjalani hidup mengembara sebagai pertapa hingga mencapai tataran kebuddhaan, katanya, bermakna juga tentang kesetiaan Gopa yang dikisahkan tetap tinggal di istana.
Ketika Sidharta kemudian mencapai pencerahan sebagai Buddha Gautama, katanya, Gopa pun kemudian juga menjadi Buddha.
Akan tetapi, Tanto yang juga pengajar program pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu mengemukakan tentang ajaran reinkarnasi dalam Buddha terkait dengan kisah Kinara Kinari.
"Gopa yang ditinggal Sidharta, dia tetap setia mencintai Sidharta, sehingga Sidharta tetap hidup dalam dirinya. Cinta kasih itu, kekuatan dahsyat yang menghidupkan," katanya.
Sang biksu memang hadir tiba-tiba siang itu, dan kemudian dengan karismanya membabarkan misteri cinta kasih melalui kisah Kinara Kinari.
Editor: M Hari Atmoko
COPYRIGHT © 2016
==================================================================================
Kinara/Kinari adalah makhluk mitologi dengan badan burung dan berkepala manusia. Kinara untuk figur kepala cowo dan kinari untuk figur kepala cewe. Makhluk mitologi ini dapat dilihat pada dinding-dinding candi Buddha dan juga Hindu, namun lebih banyak terdapat di Candi Buddha. Contohnya yang masih bagus dapat broo lihat di Candi Pawon di Magelang.
===================================================================================
tentang kesetiaan (cerita Kinara-Kinari) tentang pengorbanan, tentang persembahan korban.
===================================================================================
Berbagai versi ceria tentang Kinara Kinari
- Versi Umum . Kinara Kinari adalah lambang keabadian cinta. Lambang keharmonisan dan kesetiaan yang luar biasa yang digambarkan dalam berupa dua pasang burung surgawi yang tidak terpisahkan, hidup berpasangan saling menjaga atau dibawah naungan pohon Kalpataru
- Versi Hindu dan Buddha . Kinara Kinari adalah lambang keabadian cinta dan kesetiaan Sidharta dan istrinya Gopa. Banyak orang percaya bahwa Kinara Kinari ada kaitannya dengan ajaran tentang reinkarnasi. Keabadian cinta yang terlahir kembali pada pahatan di berbagai candi atau pagoda.
- Versi Penggemar Simbol dan Misteri. Ada banyak versi cerita dan misteri yang bisa ditulis disini. Pohon Kalpataru, Singa yang berdiri tepat di depan pintu masuk, teori falllen angel, malaikat yang “terjatuh” ke bumi dll. Selengkapnya silakan dibaca di bagian komentar.
Jadi Kinara Kinari adalah lambang cinta ?
credit image : wikipedia
Ya begitulah kira-kira penjelasan paling mudah dan sederhana tentang relief ini (versi standar).Mengapa lambang cinta digambarkan seperti laksana burung, berkepala manusia lagi? Nah, inilah sisi misterius dari relief ini. Ya mungkin karena cinta itu memang aneh dan misterius, lucu, susah dipahami, bisa terbang dan hinggap dimana saja atau bisa juga terkurung dalam sangkar dst dst. Digambarkan sang burung tampak menjaga pohon pohon kalpataru, pohon kehidupan yang disucikan oleh tiga agama kuno Hindu, Buddha dan Jain. Pohon ini juga dianggap satu kerabat dengan pohon beringin yang umum ditemukan di Nusantara, walaupun sekarang keberadaannya mungkin sudah semakin langka.
Kinara Kinari adalah simbol dari keabadian Cinta., yang disimbolkan pada sepasang burung yang saling merindu, hidup berpasangan di bawah naungan pohon Kapaltaru, pohon kehidpuan. Pada dunia binatang, burung (secara umum) dikenal memiliki sifat setia pada satu pasangannya. Romantis bukan? Inilah yang jadi salah satu alasan saya untuk menuliskan topik ini. Kenapa burungnya berkepala manusia? Nah, ini adalah sisi misterinya.
Kinara Kinari tidak selalu digambarkan dengan burung berkepala manusia. Di candi Prambanan, misalnya Kinara Kinari digambarkan digambarkan dengan sepasang kijang atau bahkanmonyet. Mungkin maksudnya cinta monyet? Mungkin saja. Kalau benar maksudnya adalah cinta monyet, ya berarti selera humor orang zaman dulu lumayan tinggi juga ya.
====================================================================================
Mereka datang hadir kepada manusia yang memiliki kekuatan bathin tunduk pada MAHA ESA, mereka pula datang dengan sendirinya tanpa adanya pemanggilan yang bersifat pemaksaaan. Mereka adalah kinari dan kinara.
Kinari dan kinara menjelaskan banyak cerita budaya nusantara bahkan dari awal pembentukan atlantis indonesia hingga terjadinya banyak huru hara yang kembali menutup atlantis. Mereka adalah spirit dengan nilai spiritual tinggi yang dipercayakan memberikan sebuah pengetahuan besar untuk menjaga keberlangsungan alam bumi “Tree of life”. Dalam kitab weda kuno mereka selalu digambangkarn penjaga pohon kalpataru. Selalu mendampingi kehidupan cosmos dunia sampai detik ini.
Semua kinara dan kinari adalah pembentukan spirit kosmic yang memiliki pengetahuan serba multifungsi, mereka memberikan cahaya kehidupan dan bagi mereka yang mengenal sejarah hampir disetiap candi memiliki relief berbentuk kinara dan kinari, mereka selalu berdua berpasangan seperti yin dan yang dalam konsep agama buddha yang menjadi struktur keseimbangan alam.
========================================
Bante itu, disebutnya ingin berkisah bahwa relief tentang Kinara Kinari yang tertera di beberapa candi, termasuk Borobudur --sekitar tiga kilometer barat Mendut, tak lepas dari makna cinta kasih dan kesetiaan antara perempuan dengan laki-laki.
=================
Padang ilalang itu berkabut, bersimbah nafas kosong diantara gesek batang pinus.
Gemericik air sendang riuh kabarkan kehancuran sebuah dinasti.
Tidak kah kalian tahu bahwa dunia ini sudah berganti?
Tidak kah kalian mau untuk segera pergi?
Senja kala bergayut menghantar sosok bersayap hitam.
Sang Bayu tak bergeming dari peraduannya.
Sang Maitri hanya mampu tertunduk.
Oh Jagad Dewabatara..
Apa ini sebuah kematian?
Apakah ini tanda dari akhir jaman?
Kemarin engkau masih tertawa bersamaku.
Kemarin engkau masih bersanding di sisiku.
Tapi...
Padang ilalang berkabut sunyi,
Kemana suara sangkakala yang dulu pernah ada?
Wahai Apah yang lembut, dimana aroma surgawimu menghilang?
Aku merindu dalam hentak waktu.
Aku meradang dalam rajutan bayang.
Aku meluruh di atas tabuh dan tari.
Aku melayang dalam dekap gulung ombak.
Aku bersamadi di ufuk Sang Nadhi.
Wahai alam paparan Sang Adhi,
Sungguh pun engkau di sini,
Aku masih berada dalam sunyi.
Wahai Badai perwujudan Sang Khali,
Andai pun engkau bersorak gempita,
Aku tetap tinggal di peluk Phrtiwi.
Apakah dunia ini bisu tuli?
Hingga tak mampu lagi dongakkan rasa sejati.
Apakah langit itu sudah seluas kendi?
Hingga keajaiban sudah tidak menjadi misteri.
Apakah samudera kini menjadi kanji?
Hingga ikan pun kini makan padi.
Wahai Bidadara Bidadari,
Wahai Bhatara Bhatari,
Wahai Kinara Kinari,
Wahai para Khumara,
Wahai para peputra peputri Bhumi,
Inilah Serat Kesunyian
Seorang titah abdi Sang Atunggal Jati...